• Black
  • perak
  • Green
  • Blue
  • merah
  • Orange
  • Violet
  • Golden
  • Nombre de visites :
  • 74
  • 23/5/2017
  • Date :

Risalah Amaliyah Sayid Ali Khamenei hf: Hal -hal yang Mensucikan (Muthahhirat )

Muthahirat (Hal -hal yang Mensucikan)

risalah amaliyah sayid ali khamenei hf: hal -hal yang mensucikan (muthahhirat )

Muthahirat Terdiri dari:

 

1. Air;

 

2. Tanah;

 

3. Pancaran matahari;

 

4. Istihalah (perubahan);

 

5. Intiqal (perpindahan);

 

6. Islam;

 

7. Taba‟iyyat (mengikuti);

 

8. Hilangnya ainun najis;

 

9. Istibra‟nya hewan-hewan pemakan najis;

 

10. Absennya Muslim.

 

Perhatian:

Segala sesuatu yang mensucikan najis disebut muthahhirat.

 

1. Air

a. Cara mensucikan wadah

1. Wadah yang najis apabila hendak disucikan dengan air sedikit, maka harus dibasuh tiga kali, akan tetapi jika dengan air kur dan air mengalir, cukup dengan sekali basuhan.

(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 23)

 

2. Wadah yang dijilat oleh anjing atau dia meminum air atau cairan dari dalamnya, harus disucikan dengan cara: pertama, wadah tersebut harus diolesi dengan tanah lalu digosok-gosok, setelah itu dibasuh dengan air. Apabila pembasuhan dilakukan dengan air sedikit, maka setelah digosok dengan tanah harus dibasuh sebanyak dua kali.(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 24)

 

3. Wadah dimana babi memakan cairan atau meminum air dari dalamnya, harus dibasuh tujuh kali, akan tetapi tidak ada kewajiban untuk mengolesinya dengan tanah.

(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 25)

 

b. Cara mensucikan selain wadah

1. Sesuatu yang mutanajjis, apabila dimasukkan satu kali ke dalam air kur, air mengalir atau diletakkan di bawah air kran yang menyambung dengan air kur ketika menghilangkan benda najisnya („ainun najis), maka begitu air mencapai tempat-tempat yang terkena najis, maka ia akan menjadi suci, sedangkan untuk permadani, karpet, pakaian dan sejenisnya, berdasarkan ihtiyath (wajib) setelah dimasukkan ke dalam air harus ditekan atau digoyang-goyangkan. Dan dalam penekanan serta penggoyangan ini, tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan air yang ada di dalamnya bahkan hanya dengan masuknya air ke dalamnya telah dianggap mencukupi.

(Ajwibah al-Istifta'at, no 71, 72, dan Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 23)

 

2. Sesuatu yang menjadi najis karena bersentuhan dengan air kencing, jika setelah ainun najisnya hilang lalu dibasuh dua kali dengan air sedikit, maka ia akan menjadi suci, sedangkan untuk sesuatu yang menjadi najis karena bersentuhan dengan najasah selain air kencing, setelah ainun najisnya hilang, untuk membuatnya suci hanya perlu dengan satu kali basuhan.

(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 21)

 

3. Sesuatu yang dibasuh dengan air sedikit meniscayakan terpisahnya air bekas cucian, dan pada sesuatu yang bisa diperas, seperti pakaian dan karpet, untuk memisahkan air bekas cucian harus diberi tekanan.

(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 22)

 

Perhatian:

a. Dalam pensucian karpet najis dan sepertinya dengan air pipa, terpisahnya air bekas cucian tidak menjadi syarat, melainkan begitu air mencapai tempat yang terkena najis setelah ainun najisnya hilang dan air bekas cucian bergerak dari tempatnya karena gosokan pada permukaan karpet pada saat masih bersambung dengan air kran, hal ini telah bisa mensucikannya.

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 83)

 

b. Jika bagian permukaan tanur1 terbuat dari lumpur bercampur air najis, hal ini akan bisa suci dengan membasuhnya, dengan cara ini kesucian bagian permukaan tanur tempat melekatkan adonan roti telah dianggap mencukupi.

 

1 . Tanur: tungku besar yang biasa digunakan untuk pembuatan roti-roti tradisional di negara Iran.

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 85)

 

c. Pakaian-pakaian najis yang luntur dan mengubah warna air saat dibasuh, bila perubahan warna ini tidak menjadikan mudhafnya air, maka dengan menuangkan air di atasnya, pakaian-pakaian yang najis tersebut akan menjadi suci.

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 83)

 

d. Pakaian-pakaian najis yang diletakkan di dalam ember untuk dicuci, dengan disiramkannya air pipa ke atasnya hingga menutupi seluruh permukaannya, akan menyebabkan keseluruhan pakaian, ember, air dan bekas-bekas tinta yang terlepas dari baju dan terlihat di permukaan air lalu tumpah keluar bersama air, menjadi suci. (Tentu saja sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya, untuk pakaian dan sepertinya, berdasarkan ihtiyat, setelah dimasukkan ke dalam air, harus ditekan atau digerak-gerakkan).

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 289)

 

2. Tanah

Seseorang yang telapak kaki atau alas kakinya menjadi najis karena berjalan di permukaan tanah, akan menjadi suci dengan berjalan di atas tanah yang kering dan suci kira-kira sebanyak 10 langkah, dengan syarat, sebelumnya ainun najisnya telah hilang.

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 80 dan Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 26)

 

Perhatian:

Tanah yang beraspal atau dilapisi tir (aspal cair), tidak dapat mensucikan bagian bawah kaki ataupun alas sepatu.

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 81)

 

3. Pancaran matahari

1. Pancaran matahari akan mensucikan bumi dan segala sesuatu yang tidak bisa dipindahkan, seperti bangunan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bangunan, seperti pintu, jendela, dinding, tiang dan sebagainya, demikian juga pancaran matahari akan mensucikan pohon dan tumbuh-tumbuhan.

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 80 dan Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 26)

 

2. Pancaran matahari bisa mensucikan sesuatu yang najis dengan terpenuhinya syarat-syarat berikut:

a. Sesuatu yang najis berada dalam keadaan basah.

 

b. Ainun najisnya tidak terdapat pada sesuatu yang najis (dan bila ada, telah dihilangkan sebelum memancarnya sinar matahari).

 

c. Sinar matahari memancar secara langsung padanya (tidak ada sesuatu yang menghalangi pancaran sinarnya, seperti tirai atau awan).

 

d. Kering dikarenakan pancaran sinar matahari (bila masih lembab, berarti belum suci).

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 82 dan Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 28)

 

4. Istihalah (perubahan)

Sesuatu yang najis, bila berubah menjadi jenis yang lainnya, seperti kayu yang berubah menjadi abu karena proses pembakaran, minuman keras yang berubah menjadi cuka, atau anjing yang mati di lahan bergaram dan berubah menjadi garam, adalah suci, akan tetapi bila jenisnya tidak berubah, melainkan hanya bentuknya saja yang berubah, seperti gandum yang berubah menjadi tepung, atau gula yang larut di dalam air, maka hal ini tidak akan menjadikannya suci.

(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 29)

 

Perhatian:

a. Untuk mensucikan bahan yang najis, seperti minyak yang najis, dengan hanya melakukan proses aksi reaksi kimiawi sehingga menghasilkan khasiat baru untuk bahan, dianggap tidak mencukupi (karena istihalah tidak terwujud dengan perbuatan ini).

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 86)

 

b. Hanya dengan memisahkan bahan-bahan mineral yang tercemar, bakteri-bakteri dan sebagainya dari air limbah, tidak akan bisa mewujudkan terjadinya proses istihalah, kecuali pada proses penyaringan yang dilakukan dengan penguapan yang dilanjutkan dengan proses pengubahan uap menjadi air kembali.

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 88)

 

5. Intiqal (perpindahan)

Darah yang dihisap dari tubuh manusia oleh nyamuk dan serangga lainnya, selama masih dianggap sebagai darah manusia, hukumnya najis (seperti darah yang dihisap oleh lintah dari tubuh manusia), akan tetapi dengan berlalunya waktu sehingga darah tersebut telah dianggap sebagai darah serangga, maka hukumnya suci.

(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 30)

 

Hilangnya Sesuatu yang Najis

Bila tubuh hewan terkotori oleh sesuatu yang najis, begitu sesuatu itu hilang, maka tubuh hewan tersebut akan menjadi suci dan tidak memerlukan basuhan air. Demikian juga apabila yang terkotori oleh najis itu berada di dalam tubuh manusia, seperti di dalam mulut atau hidung; dengan syarat, najasah dari luar tidak mengenainya, dengan demikian darah yang keluar dari gigi, jika ia hilang di dalam air liur, maka mulut akan tetap suci.

(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 31)

 

Ketidak hadiran (Absennya) Muslim

Apabila seseorang yakin bahwa tubuh, pakaian atau salah satu dari benda milik seorang Muslim berada dalam keadaan najis, lalu dia tidak melihat Muslim tersebut untuk beberapa lama, dan ketika dia melihatnya lagi si Muslim telah memperlakukan benda yang tadinya najis sebagaimana benda suci, maka benda itu dihukumi suci, dengan syarat, sebelumnya pemilik mengetahui kenajisan benda itu dan juga mengetahui hukum-hukum yang berkenaan dengan thaharah dan najasah.

(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 32)

 

Cara-cara Membuktikan Sesuatu itu Suci

Menjadi sucinya sesuatu bisa dibuktikan dengan tiga cara:

1. Manusia itu sendiri yakin bahwa sesuatu yang tadinya najis telah suci.

 

2. Seseorang yang sesuatu berada dalam kewenangannya (seperti tuan rumah, penjual dan pembantu) mengatakan: telah suci.

 

3. Dua orang adil menginformasikan hal tersebut.

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 277 dan 76)

 

Perhatian:

Setiap kali seorang anak yang menjelang baligh menginformasikan tentang kesucian sesuatu yang berada dalam kewenangannya, maka perkataannya harus diterima, dengan ibarat lain, dalam masalah ini apa yang dikatakannya bisa dipercaya.

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 76)

 

Sumber:
Fikih Praktis (Kumpulan fatwa-fatwa Ayatullah Al-Uzhma Sayid Ali Khamenei hf)

 

  • Print

    Send to a friend

    Comment (0)